GEJOLAK - Di tengah gegap gempita Liga Voli Korea, tiba-tiba kabar mengejutkan datang dari seorang nama besar: Megawati Hangestri Pertiwi. Bintang voli asal Jember itu memutuskan pulang ke Indonesia, memicu berbagai spekulasi yang melayang bebas di udara.
Yang paling cepat menyebar: ibunya sakit. Namun ternyata, semua itu tidak benar. Megawati sendiri yang membantah. Dalam pertemuan hangat dengan Bupati Jember, Muhammad Fawait, di Pendopo Wahyawibawagraha, Selasa 15 April 2025, Megawati menjelaskan semuanya dengan nada yang tenang namun tegas.
![]() |
Foto : riaupos.co |
Sang ibu, Siti Muhana, disebut sehat walafiat. Tidak ada kondisi darurat. Tidak ada tangis rumah sakit. Yang ada hanyalah kerinduan. Dua musim membela Red Sparks di Korea Selatan cukup membuat Megawati sadar, ada hal-hal yang lebih penting dari sekadar sorak-sorai penonton di tribun.
Bukan karena masalah profesional. Ia tidak diputus kontrak. Ia tidak dipaksa pulang. Tapi ia memilih. Ya, Megawati memilih untuk kembali. Untuk lebih dekat dengan ibunya. Untuk menjadi anak yang bisa hadir, bukan hanya lewat telepon. Untuk memberi waktu, bukan hanya uang.
Keputusannya bukan tanpa pertimbangan. Selain soal keluarga, Megawati juga sedang berjuang melawan cedera lutut yang sudah ia bawa sejak babak play-off V-League 2024-2025. Ia butuh pemulihan, bukan hanya fisik tapi juga jiwa.
Megawati tidak mengeluh. Tapi ia jujur. Ia ingin kembali kuat, kembali membela Merah Putih dengan tenaga penuh. Fokusnya sekarang adalah menyembuhkan diri agar bisa kembali ke lapangan dengan semangat yang sama seperti hari pertama ia mengenal bola voli.
Bupati Jember tak bisa menyembunyikan rasa bangganya. Nama Megawati kini sudah jadi milik dunia, tapi akarnya tetap di tanah kelahirannya. Ia berharap kisah Megawati bisa menjadi inspirasi. Siapa tahu, di desa-desa kecil di Jember, ada anak lain yang kelak menyusul jejaknya. Menjadi Mega berikutnya.
Liga Korea mungkin kehilangan bintangnya, tapi Indonesia kembali mendapatkan putrinya. Megawati tahu kapan harus berlari dan kapan harus pulang. Karena dalam karier seberkilau apapun, ada satu tempat yang selalu lebih terang: rumah.***