GEJOLAKNEWS - Budi pusing tujuh keliling. Kedai kopinya, "Kopi Harapan," sudah sebulan ini sepi. Padahal, uang jutaan rupiah sudah ia gelontorkan untuk iklan di media sosial.
Setiap hari ia menekan tombol "Boost Post". Harapannya sederhana: makin banyak yang lihat, makin banyak yang datang. Kenyataannya? Boncos. Uang terbakar, kursi kedai tetap kosong.
| Gambar dari Pixabay |
Ini bukan cerita Budi saja. Ini adalah kisah ribuan pengusaha kecil yang terjebak dalam mitos "bakar uang". Mereka pikir, siram saja bensin marketing sebanyak-banyaknya, apinya pasti besar. Padahal, seringkali yang terbakar hanya dompet mereka sendiri.
Dari 'Kira-Kira' ke 'Pasti-Pasti'
Kesalahan terbesar Budi adalah menjalankan bisnis dengan perasaan. Ia merasa iklan A lebih bagus dari B. Ia mengira-ngira pelanggan suka foto yang ini, bukan yang itu. Semuanya berdasarkan "feeling".
Padahal di era digital, "feeling" saja tidak cukup. Perlu kompas. Dan kompas itu bernama data analitik. Sesuatu yang terdengar rumit, tapi sebenarnya bisa sangat sederhana.
Jebakan Iklan Tanpa Arah
Fenomena "bakar uang" terjadi karena keputusan tidak didasari data. Pengusaha hanya melihat satu angka: biaya iklan. Mereka tidak melihat apa hasil dari biaya yang dikeluarkan itu.
Ibarat menyebar brosur dari pesawat. Anda tahu sudah menyebar ribuan lembar. Tapi Anda tidak tahu siapa yang mengambil, siapa yang membaca, apalagi siapa yang akhirnya datang ke toko Anda. Itulah iklan tanpa data.
Melihat Angka Bukan Sebagai Musuh
Banyak yang alergi dengan kata "data". Dianggap rumit, butuh ahli, dan bikin pusing. Ini keliru besar. Data analitik sederhana adalah sahabat terbaik pengusaha.
Data bukan rapor yang menghakimi Anda. Data adalah senter di dalam gua yang gelap. Ia menunjukkan jalan mana yang buntu, dan jalan mana yang menuju harta karun. Mengabaikannya sama saja memilih untuk meraba-raba dalam gelap.
Membaca Peta Harta Karun Digital
Budi akhirnya menyerah dengan cara lamanya. Ia mulai membuka dasbor iklan sederhana yang disediakan gratis oleh platform media sosial. Awalnya bingung, tapi ia fokus pada beberapa angka kunci saja.
Inilah momen pencerahannya. Ia tidak lagi buta. Ia bisa melihat "peta" dari uang yang ia keluarkan. Ternyata, membaca peta itu tidak sesulit yang dibayangkan.
Tiga Angka Ajaib Pertama
Lupakan dulu istilah-istilah canggih. Fokus pada tiga hal ini. Pertama, Jangkauan (Reach): berapa banyak orang yang melihat iklan Anda. Ini seperti jumlah brosur yang berhasil Anda sebar.
Kedua, Klik (Clicks): dari semua yang melihat, berapa orang yang tertarik sampai meng-klik iklan Anda. Ini menunjukkan apakah "sampul" iklan Anda menarik. Ketiga, Konversi (Conversion): dari yang meng-klik, berapa yang akhirnya membeli atau datang. Ini adalah tujuan akhirnya.
Keputusan Cerdas dari Data Sederhana
Budi melihat data dua iklannya. Iklan A (foto secangkir kopi estetik) dilihat 10.000 orang (Jangkauan), tapi hanya di-klik 20 orang (Klik). Artinya, iklannya tidak menarik perhatian. Mungkin gambarnya membosankan.
Iklan B (video barista sedang meracik kopi) dilihat 5.000 orang, tapi di-klik 500 orang! Jelas, konten video lebih disukai. Tapi, dari 500 klik itu, tidak ada satupun penjualan dari promo yang ditawarkan. Apa artinya? Orang tertarik dengan videonya, tapi tidak tertarik dengan promonya.
Keputusan pun jadi mudah dan tepat sasaran. Budi menghentikan total Iklan A. Ia menghemat uang. Untuk Iklan B, ia tetap memakai format video tapi mengganti penawaran promonya menjadi lebih menarik. Hasilnya? Dalam tiga hari, ongkos iklannya turun 50%, tapi kedainya mulai ramai kembali. Budi berhenti membakar uang, ia mulai berinvestasi dengan cerdas.
#AnalitikData #StrategiBisnis #UMKM
