GEJOLAKNEWS - Budi terlonjak kaget. Notifikasi di ponselnya berbunyi nyaring. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Di layar, muncul pesan singkat dari atasannya. Isinya cuma satu kata: "Besok?". Tanpa konteks, tanpa basa-basi. Jantung Budi langsung berdebar.
Gambar dari Pixabay
Ini bukan pertama kali. Hampir setiap malam, lampu hijau status online sang atasan terasa seperti sorot lampu penjaga menara. Budi merasa terus diawasi. Setiap gerak-geriknya di grup kerja, setiap statusnya, seolah jadi bahan evaluasi. Ini bukan lagi soal produktivitas. Ini soal kewarasan.
Perasaan seperti Budi ini ternyata jamak. Banyak pekerja merasa napasnya sesak bukan karena tumpukan tugas. Melainkan karena perasaan diawasi terus-menerus. Sebuah penjara tak kasat mata yang dibangun dari ekspektasi dan teknologi.
Tekanan ini merayap pelan-pelan. Awalnya terasa seperti bentuk perhatian dari perusahaan. Lama-lama, ia menjelma menjadi monster yang menggerogoti kesehatan mental.
Kamera CCTV di kantor itu wajar. Tapi bagaimana dengan "CCTV" digital yang dibawa pulang ke rumah? Yang menempel di ponsel dan laptop pribadi. Inilah tantangan baru di dunia kerja modern.
Lingkungan kerja toxic tidak selalu berisi makian atau bentakan. Kadang ia hadir dalam keheningan. Dalam tatapan penuh tuntutan. Dan dalam notifikasi yang berbunyi di tengah kehangatan keluarga.
Mengenali gejalanya adalah langkah pertama. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum produktivitas berubah menjadi paranoia.
Mengurai Benang Kusut Pengawasan Modern
Rasa diawasi ini bukan imajinasi. Ia nyata dan punya banyak bentuk. Wujudnya sering kali tersamarkan sebagai alat bantu produktivitas. Padahal, di baliknya, ada belenggu yang siap menjerat.
Banyak yang tidak sadar sudah masuk perangkap. Mereka mengira ini adalah bagian dari profesionalisme. Mereka lupa, manusia butuh ruang untuk bernapas.
#### Notifikasi yang Tak Pernah Tidur
Zaman dulu, pekerjaan selesai saat kita mematikan komputer kantor. Sekarang, kantor mengikuti kita pulang. Lewat aplikasi pesan instan dan email di ponsel.
Bunyi notifikasi di luar jam kerja adalah teror kecil. Ia memaksa otak kembali ke mode kerja, meski raga sedang beristirahat. Ekspektasi untuk selalu siaga dan merespons cepat adalah bentuk pengawasan paling halus.
Pernahkah Anda merasa bersalah karena tidak langsung membalas pesan bos di akhir pekan? Itulah tanda pertama Anda sudah terjerat. Batas antara kerja dan hidup pribadi terkikis habis oleh teknologi yang seharusnya membantu.
#### Metrik Kinerja yang Menyesakkan
Semua harus terukur. Begitu mantranya. Jumlah email terkirim, kecepatan merespons, hingga waktu aktif di depan laptop. Semua menjadi angka.
Karyawan tidak lagi dilihat sebagai manusia dengan kreativitas dan emosi. Mereka adalah deretan data di dasbor manajer. Tekanan untuk mencapai target angka ini membuat setiap detik terasa berharga sekaligus menakutkan.
Kita dipaksa berlari di atas treadmill yang kecepatannya terus bertambah. Jika berhenti sejenak, angka di layar akan memerah. Inilah pengawasan berbasis data yang bisa lebih kejam dari tatapan mata seorang mandor.
Membangun Benteng Pertahanan Mental
Melawan kondisi ini bukan berarti harus angkat kaki. Tidak semua orang punya kemewahan untuk langsung pindah kerja. Pertarungan pertama harus dimulai dari dalam diri sendiri.
Membangun benteng pertahanan mental adalah kunci. Agar gelombang tekanan dari luar tidak langsung meruntuhkan ketenangan jiwa. Ini bukan soal melawan atasan, tapi soal menyelamatkan diri sendiri.
#### Batasan Digital yang Tegas
Beranikan diri untuk membuat batasan. Matikan notifikasi aplikasi kerja setelah jam kantor. Tidak perlu diumumkan, cukup lakukan saja. Biarkan ada jeda waktu antara menerima pesan dan meresponsnya.
Komunikasikan batasan Anda jika diperlukan. Dengan sopan, tentu saja. Katakan bahwa Anda akan merespons semua pesan kerja pada jam kerja esok hari agar lebih fokus. Ini bukan pembangkangan, ini profesionalisme.
Ingat, Anda dibayar untuk bekerja selama delapan jam, bukan dua puluh empat jam. Memiliki kehidupan di luar pekerjaan justru akan membuat Anda lebih segar dan produktif saat kembali bekerja.
#### Fokus pada Apa yang Bisa Dikontrol
Anda tidak bisa mengontrol kapan atasan akan mengirim pesan. Anda juga tidak bisa mengontrol metrik apa yang perusahaan gunakan. Tapi Anda bisa mengontrol reaksi Anda.
Fokuslah pada kualitas pekerjaan Anda selama jam kerja. Selesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu. Itulah benteng pertahanan terbaik. Kinerja yang solid adalah jawaban paling elegan untuk semua jenis pengawasan.
Di luar itu, cari validasi dari hal lain. Hobi, keluarga, atau komunitas. Jangan gantungkan seluruh harga diri Anda pada pekerjaan. Ketika Anda punya sumber kebahagiaan lain, tekanan di kantor tidak akan terasa begitu menghancurkan. Anda punya pelarian yang sehat. Anda punya kendali.
#KesehatanMental #LingkunganKerjaToxic #StresKerja