GEJOLAKNEWS - Budi bukan robot. Tapi kadang ia merasa begitu. Berangkat pagi, pulang malam. Di kantor, otaknya seperti mesin. Mengerjakan spreadsheet, membalas email, ikut rapat. Begitu terus setiap hari.
Sampai di rumah, energinya habis. Budi hanya bisa rebahan sambil scroll media sosial. Matanya lelah, tapi otaknya tidak bisa istirahat. Tagihan pekerjaan esok hari sudah menari-nari di kepala.
Gambar dari Pixabay
Suatu hari, ia melihat kotak peralatan kayu tua milik ayahnya. Iseng, ia coba membuat rak buku kecil. Tangannya kaku. Ukurannya miring. Tapi aneh, pikirannya terasa ringan. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, Budi tidak memikirkan pekerjaan.
Hobi Sebagai Saklar Otak
Pekerjaan seringkali membuat kita berjalan dengan mode autopilot. Kita tahu apa yang harus dilakukan. Otak bekerja di jalur yang sama berulang-ulang. Ini efisien, tapi juga melelahkan.
Hobi adalah saklar. Ia mematikan jalur rutin itu dan menyalakan jalur yang lain. Jalur yang jarang kita lewati. Inilah kunci pertamanya.
Keluar dari Rutinitas Otomatis
Saat Budi memegang gergaji, otaknya harus berpikir dengan cara berbeda. Ia harus mengukur. Ia harus fokus pada garis potong. Tidak ada ruang untuk memikirkan email dari bos.
Inilah yang disebut para ahli sebagai flow state. Sebuah kondisi di mana kita begitu tenggelam dalam suatu aktivitas. Waktu terasa berhenti. Kekhawatiran lenyap. Ini adalah istirahat aktif bagi pikiran kita.
Otak kita seperti ladang. Jika hanya ditanami satu jenis tanaman terus-menerus, tanahnya akan miskin nutrisi. Hobi adalah rotasi tanam untuk otak kita. Membuatnya kembali subur dan segar.
Membangun Jati Diri di Luar Pekerjaan
Di kantor, Budi adalah "Budi si Akuntan". Identitasnya terikat pada jabatannya. Harga dirinya seringkali naik turun tergantung performa kerjanya. Ini berbahaya.
Saat di garasi dengan kayunya, ia adalah "Budi si Tukang Kayu". Mungkin amatir. Tapi itu adalah identitas yang ia bangun sendiri. Untuk dirinya sendiri. Bukan untuk atasan atau perusahaan.
Memiliki identitas lain di luar pekerjaan itu penting. Ia menjadi jaring pengaman untuk kesehatan mental kita. Ketika pekerjaan sedang buruk, kita masih punya sesuatu yang membuat kita merasa berharga. Kita lebih dari sekadar profesi kita.
Investasi Murah untuk Kewarasan
Banyak orang berpikir hobi itu mahal. Harus beli peralatan golf. Harus punya kamera canggih. Padahal, hobi paling efektif seringkali yang paling sederhana. Membaca, menulis, berkebun di pot kecil, atau bahkan merajut.
Ini bukan tentang pengeluaran uang. Ini tentang pengeluaran stres. Sebuah investasi kecil dalam bentuk waktu, yang imbalannya adalah kewarasan jangka panjang.
Mengurangi Hormon Stres Secara Alami
Saat kita stres, tubuh memproduksi hormon kortisol. Dalam jangka panjang, ini merusak. Sulit tidur, mudah marah, gampang sakit. Itulah efeknya.
Aktivitas hobi yang menyenangkan melepaskan endorfin dan dopamin. Keduanya adalah hormon "bahagia". Mereka adalah penangkal alami bagi kortisol. Efeknya langsung terasa. Pikiran jadi lebih tenang.
Lihat saja Budi. Setelah satu jam mengampelas kayu, napasnya lebih teratur. Pundaknya yang kaku terasa lebih rileks. Ia tidak minum obat penenang. Ia hanya membuat rak buku jelek. Tapi itu berhasil.
Melatih Otot Kreativitas dan Solusi
Hobi, apa pun bentuknya, adalah arena latihan memecahkan masalah. Bagaimana cara menyambung dua potong kayu? Bagaimana memperbaiki benang rajut yang kusut? Bagaimana membuat tanaman tomat berbuah lebat?
Ini melatih otak untuk berpikir kreatif dan mencari solusi. Otot pikiran ini tidak hanya berguna untuk hobi. Ia akan terbawa ke ruang rapat. Saat menghadapi masalah pekerjaan, otak kita jadi lebih lentur mencari jalan keluar.
Jadi, hobi bukan lagi sekadar pengisi waktu luang. Ia adalah kebutuhan. Seperti olahraga untuk tubuh, hobi adalah vitamin untuk jiwa. Ia adalah cara kita mengingatkan diri sendiri, bahwa kita adalah manusia, bukan mesin.
#KesehatanMental #Hobi #ManajemenStres