GEJOLAKNEWS - Namanya Budi, bukan nama sebenarnya. Pundaknya terasa berat sekali hari itu. Lebih berat dari tumpukan laporan yang harus ia selesaikan.
Di kantor, janji promosi melayang begitu saja. Direbut kolega yang sering ia bantu. Dikhianati. Sakitnya bukan main.
Gambar dari Pixabay
Ia pulang mencari sandaran. Pintu rumah terbuka, tapi sambutannya bukan pelukan. Melainkan rentetan tagihan dan tuntutan. Ditekan.
Budi merasa terjepit. Di tempat kerja ia tak dihargai, di rumah ia seperti mesin ATM. Ia sendirian di tengah keramaian dunianya sendiri.
Kisah Budi bukan satu-satunya. Banyak yang merasakannya. Terhimpit dari dua arah yang seharusnya menjadi sumber kekuatan.
Lalu, bagaimana caranya berdiri tegak? Saat pilar penyangga dari luar seolah runtuh semua. Kekuatan itu harus dicari di dalam.
Ini bukan soal menjadi baja. Ini soal menjadi lentur seperti bambu. Terguncang, tapi tidak pernah patah.
Membedah Luka yang Tak Terlihat
Rasanya seperti berjalan di ruangan gelap. Anda tahu ada tembok di mana-mana, tapi tidak tahu kapan akan menabraknya. Begitulah rasanya terjebak di antara dua tekanan.
Kantor dan rumah menjadi arena yang berbeda. Tapi bebannya menumpuk di satu pundak yang sama. Milik Anda.
Jebakan Peran Ganda
Di kantor, Anda adalah seorang profesional. Dituntut sempurna, produktif, dan kompetitif. Kesalahan kecil bisa menjadi bencana.
Di rumah, Anda adalah pasangan, orang tua, anak. Dituntut sabar, pengertian, dan selalu ada. Kelelahan tidak boleh menjadi alasan.
Dua peran ini seringkali saling bertabrakan. Energi yang terkuras di kantor, sisanya dipaksa harus cukup untuk di rumah. Ketika gagal di satu sisi, tekanan di sisi lain terasa dua kali lipat lebih berat.
Ini adalah jebakan ekspektasi. Dari orang lain, dan lebih kejam lagi, dari diri sendiri. Anda merasa harus bisa segalanya.
Erosi Kepercayaan Sunyi
Pengkhianatan di kantor mengikis kepercayaan pada kemampuan profesional. "Apakah saya kurang hebat?" Pertanyaan itu terus berputar.
Tekanan di rumah mengikis kepercayaan pada nilai personal. "Apakah saya pasangan dan orang tua yang buruk?" Tuduhan itu menusuk kalbu.
Secara perlahan tapi pasti, fondasi kepercayaan diri Anda terkikis. Anda mulai meragukan setiap keputusan. Setiap langkah terasa ragu.
Anda menjadi lebih pendiam. Bukan karena tidak ingin bicara. Tapi karena merasa tidak ada yang akan mengerti. Inilah puncak kesendirian itu.
Membangun Kembali Pijakan dari Dalam
Saat dunia luar terasa menghakimi, satu-satunya tempat berlindung adalah dunia di dalam diri. Kekuatan sejati tidak datang dari pujian atasan atau senyum pasangan. Ia lahir dari kesunyian.
Proses ini tidak instan. Seperti membangun rumah, Anda butuh fondasi yang kokoh. Bata demi bata.
Ambil Jeda, Bukan Menyerah
Langkah pertama adalah berhenti. Berhenti menyalahkan diri sendiri. Berhenti mencoba menyenangkan semua orang.
Ambil jeda. Bisa lima menit menarik napas dalam-dalam di toilet kantor. Bisa juga berjalan kaki tanpa tujuan setelah pulang kerja.
Tujuannya adalah menciptakan jarak. Jarak antara masalah dan reaksi Anda. Dalam jeda itu, Anda memberi ruang bagi akal sehat untuk mengambil alih dari emosi yang bergejolak.
Akui rasa sakitnya. Akui kekecewaannya. Mengakui bukan berarti kalah, tapi berarti Anda jujur pada diri sendiri. Ini adalah langkah penyembuhan pertama.
Kalibrasi Ulang Kompas Internal
Selama ini, mungkin kompas Anda terlalu mengarah ke luar. Ke validasi atasan, ke persetujuan kolega, ke tuntutan keluarga. Sekarang saatnya mengkalibrasi ulang.
Arahkan kompas itu ke dalam. Tanyakan pada diri sendiri: "Apa yang sebetulnya penting bagi saya?" Bukan bagi mereka.
Fokus pada apa yang bisa Anda kendalikan. Anda tidak bisa mengontrol kelicikan kolega. Tapi Anda bisa mengontrol kualitas kerja Anda selanjutnya.
Anda tidak bisa menghentikan semua tuntutan di rumah. Tapi Anda bisa memulai satu percakapan jujur tentang apa yang Anda rasakan. Pelan-pelan.
Kekuatan itu muncul bukan saat masalah hilang. Ia muncul saat Anda sadar, Anda lebih besar dari semua masalah itu. Anda adalah nahkodanya, bukan sekadar penumpang kapal yang terombang-ambing.
#KesehatanMental #PengembanganDiri #StresKerja