Psikologi di Balik Konspirasi: 5 Alasan Ilmiah Mengapa Otak Kita Rentan Percaya Cerita Tersembunyi

GEJOLAKNEWS - Warung kopi dekat kantor selalu ramai. Bukan cuma karena kopinya enak. Tapi karena obrolannya. Dari harga cabai sampai alien yang membangun piramida.

Cerita-cerita "tersembunyi" itu seolah punya magnet. Membuat orang manggut-manggut. Merasa paling tahu. Kenapa bisa begitu? Apakah kita semua mudah dibodohi?

Gambar Ilustrasi Artikel
Gambar dari Pixabay

Tunggu dulu. Ini bukan soal bodoh atau pintar. Ini soal cara kerja otak kita. Otak manusia punya setelan pabrik. Setelan yang membuatnya rentan pada cerita konspirasi. Mari kita bedah secara ilmiah, dengan bahasa sederhana.

Otak yang Haus Pola dan Pembenaran

Otak kita benci kekacauan. Ia selalu mencoba mencari keteraturan. Bahkan di tempat yang tidak ada keteraturan sama sekali. Inilah celah pertama yang dimanfaatkan teori konspirasi.

Selalu Ada Benang Merah

Pernah lihat awan berbentuk kelinci? Atau noda kopi mirip wajah orang? Itulah kerja otak kita. Namanya Apophenia. Kemampuan melihat pola dalam data acak.

Dulu, kemampuan ini penting untuk bertahan hidup. Nenek moyang kita melihat semak bergoyang, mereka waspada ada predator. Sekarang, kemampuan ini sedikit kebablasan. Dua kejadian tak terkait, bisa disambung-sambungkan. Seolah ada dalang di baliknya.

Filter Informasi Pribadi

Kita semua hidup dalam gelembung. Gelembung informasi. Namanya Bias Konfirmasi. Kita cenderung mencari dan percaya informasi yang menguatkan keyakinan kita.

Media sosial memperparah ini. Algoritmanya menyodorkan konten yang kita sukai. Kalau Anda mulai percaya bumi datar, maka seluruh linimasa Anda akan penuh dengan bukti bumi datar. Informasi sebaliknya? Otomatis disingkirkan. Dianggap hoaks.

Jiwa yang Butuh Kendali dan Jawaban Besar

Hidup sering terasa tidak adil dan acak. Teori konspirasi menawarkan sesuatu yang menenangkan. Yaitu jawaban. Dan perasaan memegang kendali atas ketidakpastian itu.

Mustahil Disebabkan Hal Sepele

Ada kejadian besar. Misalnya, seorang tokoh penting meninggal mendadak. Atau sebuah tragedi massal terjadi. Otak kita sulit menerima jika penyebabnya adalah hal sepele.

Ini namanya Bias Proporsionalitas. Peristiwa besar harus punya penyebab yang besar pula. Tidak mungkin presiden sekuat itu dibunuh oleh satu orang gila saja. Pasti ada komplotan besar di belakangnya. Pola pikir ini lebih memuaskan secara emosional.

Merasa Istimewa dan Punya Kontrol

Dunia ini rumit. Kadang kita merasa kecil dan tidak berdaya. Teori konspirasi memberikan ilusi kontrol. Dengan "tahu" cerita yang sebenarnya, kita merasa tidak lagi menjadi korban yang pasrah.

Ada juga bonusnya: rasa menjadi bagian dari kelompok elite. Kelompok orang-orang terpilih yang "sadar". Yang tidak bisa ditipu oleh penguasa. Perasaan ini sangat kuat. Memberi identitas dan rasa memiliki.

Pada akhirnya, percaya konspirasi itu bukan tanda kebodohan. Itu adalah tanda bahwa kita manusia. Otak kita mencari jalan pintas untuk memahami dunia yang kompleks. Jalan pintas itu sering kali adalah sebuah cerita yang menarik. Meskipun salah.



#TeoriKonspirasi #Psikologi #BiasKognitif

LihatTutupKomentar
Cancel