Di Luar Nalar: Kisah Nyata Pria yang 'Dibekukan' Hidup-Hidup Semalaman di Suhu Sub-Zero dan Selamat

GEJOLAKNEWS - Akal sehat kadang harus menepi. Memberi jalan pada sesuatu yang mustahil. Ini kisah tentang batas antara hidup dan mati yang menjadi setipis es.

Kisah ini datang dari Lengby, Minnesota. Sebuah kota kecil yang nyaris tak terdengar. Di sanalah seorang pria bernama Mark Peterson menulis ulang semua buku teks kedokteran. Tanpa ia sadari.

Gambar Ilustrasi Artikel
Gambar dari Pixabay

Malam itu, 20 Desember 1980, suhu anjlok drastis. Minus 22 derajat Celcius. Angin bertiup kencang, membuat udara terasa menusuk tulang.

Mark baru saja pulang dari rumah temannya. Mobil tuanya menyerah di tengah jalanan sepi bersalju. Rumah terdekat masih dua mil jauhnya.

Ia memutuskan berjalan kaki. Sebuah keputusan yang hampir merenggut nyawanya.

Malam yang Membekukan

Badai salju membuatnya buta arah. Dingin mulai merayap, melumpuhkan sendi-sendinya. Ia lelah. Sangat lelah.

Setiap langkah terasa seperti mengangkat beban ratusan kilogram. Akhirnya, ia ambruk. Hanya beberapa meter dari teras rumah seorang teman yang ia tuju.

Terjebak di Tengah Badai Salju

Mark terbaring di salju. Keputusasaan melandanya. Ia mencoba merangkak, tapi tenaganya habis.

Kesadarannya mulai memudar. Kegelapan dingin menyelimutinya perlahan. Ia pasrah.

Tubuhnya terpapar suhu beku selama enam jam. Semalaman. Tanpa perlindungan apa pun selain pakaian tipis yang ia kenakan.

Tubuh Menyerah pada Dingin

Pagi harinya, seorang teman menemukannya. Wally Nelson, pemilik rumah yang dituju Mark. Ia mengira Mark sudah tiada.

Tubuh Mark kaku seperti balok kayu. Wajahnya pucat pasi. Matanya terbuka lebar, beku, dan berkaca-kaca seperti mata boneka.

Wally tidak bisa membengkokkan satu sendi pun. Mark sudah menjadi patung es. Sebuah monumen tragis di tengah halaman bersalju.

Keajaiban di Ruang Gawat Darurat

Wally dan istrinya segera membawa Mark ke rumah sakit. Mereka memasukkannya ke mobil dengan susah payah. Tubuhnya yang kaku tidak bisa ditekuk.

Di rumah sakit, para dokter menggelengkan kepala. Mereka belum pernah melihat kasus seperti ini. Denyut nadi tidak terasa, napas tidak ada.

Suhu tubuh Mark terlalu rendah untuk bisa diukur dengan termometer biasa. Ia secara klinis sudah mati.

Ditemukan Seperti Patung Es

Dokter George Sather yang menanganinya merasa pesimis. Kulit Mark terlalu beku untuk ditembus jarum infus. Seperti menusuk batu.

Namun, mereka tidak menyerah. Mereka membungkus tubuh Mark dengan selimut pemanas listrik. Berharap ada keajaiban kecil.

Lalu, keajaiban itu datang. Setelah beberapa jam, dokter mendengar suara samar. Sangat lemah. Tiga kali denyutan per menit.

Melawan Logika Kedokteran

Itu adalah detak jantung Mark. Tanda kehidupan yang paling kecil. Harapan pun menyala di ruang gawat darurat yang dingin itu.

Proses penghangatan tubuh berjalan sangat lambat. Para dokter khawatir akan terjadi kerusakan organ masif. Amputasi pada kedua kaki dan tangan hampir pasti dilakukan.

Tapi, keajaiban terus berlanjut. Perlahan, Mark mulai sadar. Ia mengeluh kedinginan. Sebuah keluhan yang terdengar sangat indah di telinga para perawat.

Beberapa hari kemudian, ia bisa menggerakkan jari-jarinya. Beberapa minggu kemudian, ia bisa berjalan. Tanpa amputasi, tanpa kerusakan otak, tanpa kerusakan organ permanen.

Dokter Sather hanya bisa berkata, "Ini keajaiban. Tidak ada penjelasan medis untuk pemulihan seperti ini." Mark Peterson, pria yang 'dibekukan' hidup-hidup, telah kembali dari kematian. Melawan semua nalar.



#Hipotermia #KisahInspiratif #KeajaibanMedis

LihatTutupKomentar
Cancel