GEJOLAKNEWS - Rina menatap layar ponselnya. Kosong. Grup WhatsApp yang biasanya riuh rendah, kini senyap.
Tidak ada yang mengajaknya bicara. Tidak ada yang membalas pesannya. Ia seperti hantu di lingkaran pertemanannya sendiri.
Gambar dari Pixabay
Ini bukan pertengkaran biasa. Ini adalah silent treatment. Senjata bisu yang lebih menyakitkan dari teriakan.
Pedang Tak Kasat Mata
Inilah kekerasan yang tidak meninggalkan lebam. Tapi lukanya terasa sampai ke ulu hati. Korban dibuat bertanya-tanya, apa salahku?
Rasa bersalah dan kebingungan menggerogoti. Pelan-pelan, kepercayaan diri hancur. Itulah tujuan dari pengabaian yang disengaja ini.
Bukan Sekadar Diam
Ini bukan sekadar "ngambek" atau butuh waktu sendiri. Silent treatment adalah aksi sadar. Sebuah strategi untuk menghukum dan mengontrol orang lain.
Pelaku menggunakan keheningan sebagai kekuatan. Mereka tahu, diabaikan itu menyiksa. Otak manusia bahkan memproses penolakan sosial di area yang sama dengan rasa sakit fisik.
Ostrasisme di Era Digital
Zaman sekarang, serangannya lebih kejam. Tidak hanya diam di dunia nyata. Tapi juga di dunia maya.
Pesan hanya dibaca, tidak dibalas. Dikeluarkan dari grup tanpa penjelasan. Melihat teman-teman mengunggah foto kebersamaan, tanpamu. Sakitnya berkali-kali lipat.
Memutus Rantai Sunyi
Siklus ini harus diputus. Baik Anda korban maupun pelaku, keheningan ini meracuni hubungan. Pertemanan seharusnya menjadi tempat aman, bukan arena hukuman.
Butuh keberanian untuk bersuara. Tapi itu lebih baik daripada membiarkan keheningan menang. Karena diam tidak pernah menyelesaikan masalah.
Ketika Anda Menjadi Korban
Jangan langsung menyalahkan diri sendiri. Ingat, ini adalah cara mereka yang tidak sehat dalam mengatasi masalah, bukan cerminan nilai dirimu.
Coba komunikasikan sekali saja. Dengan tenang, katakan, "Aku merasa kita menjauh. Kalau ada masalah, aku siap mendengar." Jika tetap hening, mundurlah.
Lindungi energimu. Cari dukungan dari teman atau keluarga lain. Jangan biarkan kebahagiaanmu bergantung pada satu lingkaran pertemanan yang toksik.
Jika Anda Pelakunya
Mungkin Anda merasa marah atau kecewa. Mungkin Anda tidak tahu cara mengungkapkannya. Maka Anda memilih diam sebagai jalan pintas.
Sadari bahwa ini adalah bentuk agresi pasif. Ini merusak kepercayaan. Belajarlah berkomunikasi secara langsung, meski sulit.
Katakan apa yang Anda rasakan. "Aku kecewa karena..." lebih baik daripada menghilang. Pertemanan yang sehat dibangun di atas komunikasi, bukan asumsi dan keheningan.
Rina akhirnya memilih jalannya sendiri. Ia berhenti menunggu ponselnya berdering. Ia mulai menyibukkan diri dengan hal-hal yang ia suka.
Perlahan, ia menemukan lingkaran baru. Lingkaran yang menghargai kehadirannya. Yang berkomunikasi saat ada masalah, bukan yang menghukum dengan kebisuan.
Karena dalam pertemanan sejati, suara kepedulian harus lebih nyaring dari keheningan yang menyakitkan.
#SilentTreatment #KesehatanMental #PertemananToksik