Pintu Unit Gawat Darurat masih tertutup rapat hingga jam dua belas malam. Orang tua George menunggu dengan tak sabar dan wajah mereka gelisah.
"Ma, kita harus yakin bahwa putra kita dapat terselamatkan," kata ayah George meyakinkan istrinya.
Dokter Franza muncul dari balik pintu.
"Bisa bicara dengan orang tua dari pemuda yang di dalam?" tanyanya setelah menanggalkan masker yang ia gunakan. Pak Darmawan dan Monika istrinya segera mendekati dokter Franza dengan keyakinan bahwa putra mereka akan luput dari maut, walaupun terlihat sedikit cemas.
"Bagaimana, Dok, keadaan George? Sudah siuman, `kan?" tanya Monika dengan harapan bahwa dokter itu akan menjawab `ya'. Kerja keras pasti berbuah hasil. Tetapi tidak dalam hal menentukan waktu hidup seseorang yang sudah kedatangan maut. Mulanya makluk berakal budi tidak dapat hidup untuk selamanya. Kini maut telah datang menjemput.
"Sebelumnya saya minta maaf karena kami telah berusaha untuk menyelamatkan George, namun pembuluh darahnya pecah. Ia mengalami pendarahan hebat, sehingga nyawanya tidak dapat kami selamatkan," jelas dokter Franza dengan berat hati.
"Dok, bohong, `kan?" tanya Monika dengan terkejut dan tidak percaya.
"Benar, Bu. Putra Ibu mengalami banyak luka sehingga kehilangan banyak darah!" dokter itu berkata.
"Dokter jangan bercanda. George pasti masih hidup. Saya tahu George itu kuat," kata Darmawan dengan tegas sambil memegang tangan dokter. Dokter Franza terdiam seakan kehabisan kata-kata.
Sepasang suami istri itu hanya dapat menangisi apa yang telah terjadi pada putra tunggal mereka. Kehadiran orang yang dikasihinya rasanya tak ternilai harganya. Apabila kini dia tidak lagi hadir untuk selamanya, bukan berarti segala tentangnya hilang begitu saja. Kehadiran seseorang tidak dapat tergantikan oleh apapun dan sampai kapanpun. Demikian yang sedang dirasakan oleh mereka yang ditinggalkan.
Bersambung ke Bukan Gerimis Yang Bertepi 2
Akhir November 2011
*) San Juan Community, SMASSTRA
Cerpen Martinus Limahekin
Sumber : Pos Kupang
"Ma, kita harus yakin bahwa putra kita dapat terselamatkan," kata ayah George meyakinkan istrinya.
Dokter Franza muncul dari balik pintu.
"Bisa bicara dengan orang tua dari pemuda yang di dalam?" tanyanya setelah menanggalkan masker yang ia gunakan. Pak Darmawan dan Monika istrinya segera mendekati dokter Franza dengan keyakinan bahwa putra mereka akan luput dari maut, walaupun terlihat sedikit cemas.
"Bagaimana, Dok, keadaan George? Sudah siuman, `kan?" tanya Monika dengan harapan bahwa dokter itu akan menjawab `ya'. Kerja keras pasti berbuah hasil. Tetapi tidak dalam hal menentukan waktu hidup seseorang yang sudah kedatangan maut. Mulanya makluk berakal budi tidak dapat hidup untuk selamanya. Kini maut telah datang menjemput.
"Sebelumnya saya minta maaf karena kami telah berusaha untuk menyelamatkan George, namun pembuluh darahnya pecah. Ia mengalami pendarahan hebat, sehingga nyawanya tidak dapat kami selamatkan," jelas dokter Franza dengan berat hati.
"Dok, bohong, `kan?" tanya Monika dengan terkejut dan tidak percaya.
"Benar, Bu. Putra Ibu mengalami banyak luka sehingga kehilangan banyak darah!" dokter itu berkata.
"Dokter jangan bercanda. George pasti masih hidup. Saya tahu George itu kuat," kata Darmawan dengan tegas sambil memegang tangan dokter. Dokter Franza terdiam seakan kehabisan kata-kata.
Sepasang suami istri itu hanya dapat menangisi apa yang telah terjadi pada putra tunggal mereka. Kehadiran orang yang dikasihinya rasanya tak ternilai harganya. Apabila kini dia tidak lagi hadir untuk selamanya, bukan berarti segala tentangnya hilang begitu saja. Kehadiran seseorang tidak dapat tergantikan oleh apapun dan sampai kapanpun. Demikian yang sedang dirasakan oleh mereka yang ditinggalkan.
Bersambung ke Bukan Gerimis Yang Bertepi 2
Akhir November 2011
*) San Juan Community, SMASSTRA
Cerpen Martinus Limahekin
Sumber : Pos Kupang