Yasintha, Nama yang Tertulis di Bibir Pantai

Yasintha, Nama yang Tertulis di Bibir Pantai - Berhenti mengharap pada hati yang telah tertambat pada belahan jiwa lain. Pecah tangis pada lorong kenangan, akibat cinta yang tak berbalas. Inilah sekelumit penggalan kalimat yang lahir dari rahim suci sang pemuja untuk kekasih belahan jiwanya yang tak pernah memperdulikannya.

Yasintha, ya sebuah nama yang meninggalkan kenangan terindah dalam guratan sejarah hidup si pria pencinta yang kini tengah terusik oleh pikirannya sendiri. Harapannya yang teramat besar akan bertautnya cinta sejati kini tinggal kenangan, yang tetap disebutnya menjadi kenangan terindah walau tanpa sadar sangat mendera jiwanya yang tulus. Yasintha cinta yang tak pernah dimiliki, yang lepas dari genggaman dan jatuh ke dunia mahaluas dengan gelora gelombang maha dasyat. Salah siapa???

"Yasintha, kenapa kita baru bertemu di saat seperti ini?" bisik Andre ke telinga Yasintha yang dari tadi diam membisu di tempat duduknya. "Saya juga te tau le No,..." ujar Yasintha dengan nada yang sangat rendah. Andre, pria pendiam nan lugu yang terus merebut hati gadis pujaannya, kini harus siap menerima apa yang akan terjadi. Apa yang terlontar dari bibir pujaan jiwanya adalah hal yang mau tak mau harus ditelan oleh nuraninya yang sedang sekarat. Angin terus bertiup, membawa aroma laut yang menggetirkan. Di atas pasir nan putih di bawah sengatan sang mentari senja, kedua insan ini merenda kisah lewat getaran hati masing-masing yang terpancar kuat lewat tatapan mata.

Yasintha, gadis manis asal ujung timur pulau Flores ini, adalah teman dekat sekaligus kekasih bayangan dari Andre. Mereka telah mengukir cerita dalam bingkai pertemanan sejak masih di bangku sekolah dasar. "Ta,... masih ingat saat kita masih di sekolah dasar? Satu hal yang tak pernah kulupakan adalah saat di mana kita berenang di pantai Meting Doeng.... Saat itu telapak kakimu terluka dan akulah yang menggendongmu, membersihkan lukamu dan mengobatinya..."
ile ape

Yasintha tidak menjawab. Ia menarik kaki kirinya yang terjulur ke depan dan memiringkan telapaknya. Di sana, di telapak dekat ibu jari kakinya terdapat bekas luka yang cukup besar. Angannya kembali pada kisah 12 tahun silam, di mana keduanya masih diselimuti kepolosan, berjemur di atas pasir, berguling riang dan menuliskan nama masing-masing di atas pasir. Saat itu tercipta momen seperti ini. Bedanya saat itu belum ada getaran yang sedahsyat ini.

"No,.. kita minta maaf....kita minta engko jangan ungkit  masa lalu itu legi...." Logat nagi ini sontak menghentikan peredaran darah Andre. Ia seperti dibius dengan dosis yang tinggi. Kesadarannya sontak hilang. Tebaran rambut Yasintha yang terbuai angin laut menyapu wajah Andre. Ia membiarkannya. Seraya memejamkan mata, Andre mencoba meresapkan sentuhan itu kedalam jiwanya yang lagi galau. Dari celah tebaran rambut hitam itu, Andre mendapati mata Yasintha yang begitu bening dan teduh.

Ia dapat merasakan betapa banyak hal yang ingin dikatakan oleh mata yang kini tengah berair tersebut. Yasintha menangis. Suatu tangisan yang penuh tanda tanya dalam ruang jiwa seorang Andre. Keduanya hanyut dalam buaian nuansa senja itu.
Dari jarak 20 meter, seorang bocah berumur 5 tahun berlari kecil menuju ke arah mereka. Kakinya yang kecil menghentak-hentak bibir air laut yang tengah menggelepar di putihnya pasir Lasiana. Setibanya di depan keduanya, anak itu langsung duduk di pangkuan Yasintha.

"Mama... mama... Mama kenapa nangis?" Yasintha menatap ke arah Andre. Yang ditatap mencoba untuk tersenyum walau berat. Yasintha mengalihkan tatapan pada anaknya.

"Tidak, sayang,... mama tidak nangis". Elak Yasintha sambil mengecup kening si buah hatinya. Saat itu, sebutir air bening terjatuh dari lekuk pipinya dan mengenai dahi si kecil. Suatu peristiwa yang tak terduga. Dengan sigap, Andre menyeka air yang tertempel di dahi anak itu.

"Om....om Andre... Om Juga menangis?" Andre menggeleng. Namun matanya tak dapat menyembunyikan apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah hilang kontak dengan Yasintha, enam tahun yang lalu
Andre hidup dalam ketersiksaan. Yasintha adalah sosok yang sempurna bagi Andre. Kebersamaan mereka enam tahun lamanya, sejak masih di bangku kelas enam sekolah dasar adalah bukti bahwa Andre sangat mencintai Yasintha. Namun mengapa semua harus terjadi seperti ini? Enam tahun yang lalu, setamat dari SLTA, Andre berangkat ke Yogyakarta untuk kuliah di sana. Sedangkan Yasintha memilih Kota Karang sebagai tempat menuntut ilmu.

"No.., kenapa engko te pernah kasi tau kalau engko sayang mo kita selama ini? Kenapa saat sekarang baru No kasih tau ke kita? Jujur No, selama ini kita po sayang mati mo engko, tapi gena..., engko te pernah omong cinta ke kita po...." Inilah kalimat penyesalan Yasintha lima tahun silam ketika dirinya telah berbadan dua. Andre baru mengungkapkan isi hatinya ketika telah ada bentangan jarak di antara keduanya.

"No, engko jangan marah tapi kita so kaweng..." Inilah kalimat akhir yang terlontar dari bibir Yasintha saat itu. Walau demikian Andre terus dan terus mengusik Yasintha lewat karya-karyanya. Semua tulisan baik novel, cerpen maupun puisinya selalu bertemakan tentang cinta Yasintha. Bahkan salah satu novel terlaris Andre berjudul Yasintha. Saking kuatnya gelora cintanya pada Yasintha, ia rela meluangkan waktunya untuk mengunjungi Yasintha, dan bahkan kini ia tengah memperjuangkan satu hal.

Angin kembali berdesir. Kali ini sangat menusuk hingga ke dalam jiwa. Perih, dan sakitnya tak terkira. Kini Andre berdiri di antara harapan dan kenyataan. Antara orang yang paling disayanginya selama ini.  "Keputusan ada padamu No...." Suara Yasintha mengalun pelan ke kuping Andre. Dalam keheningan Andre coba menjatuhkan pilihan. Menerima Yasintha dengan keadaan seperti ini atau harus kembali ke tanah Jawa untuk mencari Yasintha-Yasintha yang lainnya. Enam tahun yang lalu, Yasintha hamil dan menikah dengan Yoseph, seorang eks frater dari Pulau Timor. Dua tahun yang lalu Yoseph meninggal karena kecelakaan.

Andre menatap gulungan ombak yang memecah di bibir pantai. Dalam keadaan setengah sadar, matanya melihat dua buah nama terukir di putihnya pasir. Nama itu tak lain adalah Andre dan Yasintha. Beberapa detik kemudian, sebuah hentakan ombak menyapu tulisan tersebut dan membawanya lebur ke dalam laut yang mahaluas.

Cinta Andre bergelora, beriak seperti ombak Pantai Lasiana. Spontan dirangkulnya kedua orang yang berada di sisinya itu. Dalam hatinya dia berbisik, "Yasintha, aku mencintaimu lebih dari ombak yang mencintai bibir pantai... Aku akan membawamu bersama dengan buah hatimu untuk melebur bersama cintaku yang mahaluas, yang telah setia menantimu hingga detik ini..."

(Untukmu sebuah nama  yang lagi tersenyum di kaki Gunung Ile Ape)

Source : Cerpen Vinsen Making / Pos Kupang - Minggu, 12 Juli 2009

Catatan :
No, dalam bahasa Flores Timur berarti : Mas, Abang, Kakak, Kakanda 
Nagi, adalah sebutan lain untuk Kota Larantuka (ibukota kab. Flores Timur), sebutan lainnya adalah Kota Reinha Rosari.

LihatTutupKomentar
Cancel