Bukan Gerimis Yang Bertepi 3

Dengan demikian, Monika telah mengetahui siapa sebenarnya Caesilia Carista. Tiba-tiba Monika mengeluarkan amplop yang tadi diambilnya. "Dari George. Tadi ibu ambil di kamarnya dan ibu yakin George menulis surat ini untukmu," kata Monika sambil memberikan surat itu padanya. Caesil membuka dan mulai membacanya.
Dearest Caesil
Rangkaian kata di atas lembaran biru ini menepis jarak di antara kita yang dibatasi oleh ruang dan waktu. Entah apa yang sedang aku rasakan sekarang, keraguan dan ketakutan selalu menghantui diriku. Aku ragu dan takut bila tak lagi bertemu dan bertatapan denganmu. Entahlah apa yang menyebabkan aku mempunyai perasaan yang demikian. Kini rasanya tak kuasa lagi menahan kerinduanku untuk bertemu denganmu. Mungkin karena sudah tiga bulan kita tidak jumpa.
Caesil...

Setiap saat, setiap detik atau kapan dan di manapun aku tengah berada, paras wajahmu yang memancarkan ketulusan serta tutur katamu yang ramah tak akan pernah lenyap dari ingatanku. Maafkanlah kasih... novel yang pernah engkau berikan di taman itu kini tak kuketahui keberadaannya. Aku telah berusaha mencarinya tapi tidak aku temukan. Aku tahu novel itu sebagai kenang-kenangan darimu sebelum kita pisah untuk berkuliah. Aku masih sangat ingat perkataanmu waktu itu bahwa jika aku merindukanmu, aku dapat membuka novel itu yang di dalamnya terukir indah namamu. Sekali lagi maafkan aku yang tidak bisa menjaga kenangan darimu.
Kasih...

Natal nanti kuharap engkau datang dan kita bisa bersama, bermain kembang api bersama. Aku tunggu kedatanganmu. Jarak di antara kita tak sekali-kali mengurangi besar dan tulus kasihku.
Yang selalu merindukanmu
George Castilas
.............................
"Mengapa ini harus terjadi padaku. Saat aku masih ingin bersamamu, ternyata engkau pergi meninggalkan aku sendiri," batinnya.
***
Langit tak seindah biasanya. Bayu senja seakan dihalangi oleh sederet awan yang tiba-tiba muncul. Langit terlihat gelap, seperti hati Caesil yang kehilangan seorang George. Hawa yang mulai terasa dingin menusuk hingga ke tulang. Gadis itu seolah tegar dengan hati yang hancur. Hanya bertemankan kehampaan dan penyesalan.

Dara itu terus melangkahkan kakinya menuju makam.

Tempat peristirahatan kekasihnya tersisa beberapa langkah lagi. Matanya hanya tertuju pada sebuah kubur yang berhiaskan krans bunga, lilin-lilin yang mulai redup dihembus angin dan papan jati berukuran kecil, berbentuk salib yang mengisyaratkan penghuninya sedang tenang dalam peristirahatannya. Langkah kakinya terasa berat, seakan kekuatannya telah mendahuluinya. Sekali berkedip, kedua matanya meneteskan air mata sebagai lambang ketidakrelaan dan kesedihan yang belum bertepi. George telah pergi untuk selamanya.

Ada dua hal yang tak akan aku lupakan dalam hidup ini: yaitu membiarkan dirimu hadir dalam kehidupanku, membagi perasaan yang sama dan mengakui bahwa engkau harus pergi untuk selamanya. Selamanya. Satu janjiku, tempatmu selalu ada di hatiku dan tak akan dapat digantikan oleh orang lain. Aku yakin suatu saat nanti kita akan bertemu di surga. Nantikan aku.*

Tamat...

Akhir November 2011
*) San Juan Community, SMASSTRA

Cerpen Martinus Limahekin
Sumber : Pos Kupang
LihatTutupKomentar
Cancel